Roymundussetya’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

BERTEMU DENGAN (MANTAN) MURID

Posted by roymundussetya pada November 25, 2008

Keresahan perasaan saya sebagai guru bukan apakah murid saya nanti bisa sukses atau tidak, tetapi lebih dalam dari itu. Dapatkah mereka dapat berkembang dan menjiwai hidupnya untuk berperan dalam masyarakat. Sukses dalam hidupnya, para mantan murid saya bisa lebih mudah meraih hal itu, jika itu diartikan sebagai kemapanan kehidupan ekonomi.

Jawaban atas keresahan itu terjawab, walau ini tentu kurang representatif. Sebab dari ribuan (mantan) murid saya, saya baru menemukan beberapa dan satu diantaranya akan saya bagikan pengalamannya. Saya berharap pengalaman ini akan menjadi model bagi siapapun tentang peran serta kita dalam kehidupan.

Libur akhir tahun pelajaran 2007/ 2008, saya sempatkan “pulang kampung” ke Djogja, tempat yang telah memberikan pengalaman  heroik tentang suka duka dan perjuangan untuk sekolah dan lulus kuliah. Biasanya kami sekeluarga besar kumpul saat anak-anak libur sekolah. Kecuali sebagai ajang kangen-kangenan kami, juga menjadi media bagi anak-anak untuk membiasakan diri dengan mbahnya dan juga agar mereka dapat bergaul dengan sepupunya. Maklum peristiwa semacam ini hanya terjadi setahun sekali.

Piknik yang kami pilih bukan jalan-jalan ke mall atau taman wisata, tetapi ke Hutan Wanagama Gunung Kidul, eksotik memang. Singkat cerita kami bercekerama di sana, memaksa anak-anak untuk melihat pohon-pohon besar termasuk pengalaman digigit pacet (semacam lintah). Biarlah ini menjadi pengalaman unik dan direfleksikan sendiri oleh anak-anak.

Pulang dari piknik petualang, kami mampir di rumah makan ayam goreng paling terkenal di kota Wonosari Gunung Kidul. Semua kursi terisi oleh geng kami, ada 27 personil. Kami nikmati suasana itu. Agak terganggu konsentrasi makan saya ketika ada tiga orang masuk warung makan, 1 perempuan dan 2 lelaki. Karena tidak kebagian tempat, mereka dengan cuek duduk di depan warung dengan bangku panjang dari kayu dan ada yang duduk di bumper jip yang mereka tumpangi.

Masalahnya adalah, saya mengenal perempuan dalam itu. Dengan penampilan yang sama sekali berbeda dengan 8 tahun lalu ketika dia menjadi murid saya. Ya.. dia adalah mantan murid saya. Dulu dia sebagai gadis yang sopan, tekun belajar dan halus tutur katanya. Saat kutemukan di warung itu, agak kaget saya : bersepatu booth kulit, celana dan baju kanvas, pakai topi atom (proyek). Ada perlengkapan mounthenering dan harnest menggantung di pinggangnya. Pertanyaan saya, apakah ini Linda mantan murid saya, saya jadi ragu.

Saya coba percepat makan, karena Linda juga sudah selesai makan. Buru-buru saya akan menyapanya. Betul, ketika saya hampiri dia di depan warung, terperanggah dia, berdiri dan melempar topi atomnya ke bangku dan menjabat erat tangan saya, lagi-lagi saya heran, karena jabat tangannya adalah jabat tangan komando (ala tentara).  Mulailah dia cerita perjalanan hidupnya. Lulus SMA Ursulin, melanjutkan ke T. Sipil di PTS terkenal di Djogja. Setelah lulus kuliah, ada dilema : meneruskan usaha orang tua di Solo, kerja dulu atau studi S2. Pilihannya jatuh pada bekerja terlebih dahulu. Hal ini membuat kedua orang tuanya keberatan, kerana orang tuanya punya usaha yang membutuhkan penanganannya. Tapi katanya orang tuanya bisa mengerti.

Pekerjaan yang dipilih ternyata bukan lembaga profit, tetapi sebuah lembaga nirlaba atau lebih dikenal semacam LSM dari jerman yang sedang punya proyek pengadaan air bersih di Gunung Kidul yang setiap tahun kekeringan selama 8 bulan lebih. Motivasinya cukup mengejutkan saya juga, yaitu ” Dalam hidup saya ini, saya ingin berperan dalam kehidupan orang lain”. Itu tentu luar biasa, sebuah panggilan hidup yang nyata. Pekerjaan yang dilakukan sangatlah berat, seorang perempuan harus turun naik “luweng” (semacam gua vertekal/ sumur alam yang di dalamnya ada sungai mengalir) yang dalamnya sampai 300 meter. Gila benar, seorang gadis (maaf) cantik harus melakukan itu, sementara kehidupan di rumah tumpah ruah berkecukupan. Resiko yang begitu besar telah dia persembahkan untuk kehidupan orang lain. Menurut ceritanya, dia turun naik luweng menggunakan eskalator portebel yang hanya ditari dengan “Satu” string (semacam tali dari baja) yang besarnya sama dengan jari telunjuk pak Roy ini.

Itulah kehidupan yang telah dipilihnya. Satu hal yang dia katakan saat mengakhiri perbincangan kami. “Saya tidak berubah pak”. Lalu dia bercerita, ada beberapa temannya yang berubah yang berubah ketika lulus dari Ursulin. Kebiasaan belajar keras, disiplin dan hidup teratur ditinggalkan. Tapi dia tidak, sehingga ketika kuliah semua bisa dilalui dengan lancar, bahkan dikatakan relatif mudah. Setelah tiga tahun berjuang untuk menaikan air yang ternyata tidak mudah dan banyak kendala teknis, sosial, kultural dll. Mantan murid saya ini akan bertolak ke Jerman melanjutkan studi atas bea siswa dari Jerman. Loh.., memang itu keinginannya dari dulu, tetapi tidak dia bayangkan sama sekali, karena kesungguhannya membantu orang lain membuat berkat itu datang sendiri. Berkali-kali dia pesan untuk adik-adiknya yang masih di Ursulin untuk tidak pernah berubah ketika lulus Ursulin. Tetap kerja (belajar) keras dan disiplin.

Refleksi :

  1. Disiplin dan kerja keras ternyata membuahkan hasil yang memuaskan
  2. Jadikanlah hidup kita menjadi bermakna bagi orang lain.
  3. Jangan pernah berubah, bila kebiasaan baik telah terbangun dalam diri kita
  4. Apabila kita dengan rela dan sungguh-sungguh dalam menjalankan pekerjaan kita maka berkat itu akan datang dengan sendirinya.

Satu Tanggapan to “BERTEMU DENGAN (MANTAN) MURID”

  1. vincentrini said

    pak Roy…..saya juga mantan murid pak Roy lho…..saya setuju sekali, bahwa jika kita sudah memiliki kebiasaan yang baik jangan pernah berubah. saya sangat mencintai sma ursulin. bagaimanapun saya berkembang di sini. terima kasih ursulin….terima kasih untuk semua guruku……..semoga saya bisa berikan yang terbaik untuk ursulin.

Tinggalkan Balasan ke vincentrini Batalkan balasan